Friday, April 15, 2011

[FF event] Akan ku tepati janjiku, jagiya...

author : AVRYL

“Jagiya, bangunlah. Kau tidak apa-apa, kan?” tanya Jihyun padaku.

Saat itu aku baru sadarkan diri setelah kepalaku terbentur pintu yang tadi dibanting Jihyun. Terlihat ada suatu rasa penyesalan di raut wajahnya. Namun aku hanya tersenyum melihatnya yang sudah kelabakan melihat aku terkapar di dekat pintu.
           
“Lihat, apa ini?” tanyanya sambil menunjukkan tangannya padaku.
           
“Lima,” jawabku pelan.
           
“Dasar bodoh, ini telapak tangan. Sudah, ayo bangun,” katanya sambil memapahku ke dalam kamar.

Dia menidurkanku di ranjang dan segera pergi ke dapur, entah untuk mengambil apa. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa sewadah es batu dan sebuah sapu tangan bermotif kotak-kotak. Sapu tangan itu merupakan hadiah ultahku yang ke-19 darinya. Itu adalah hadiah pertama yang ia berikan kepadaku. Jadi, sudah sewajarnya kalau aku menyimpan benda itu sebagai kenang-kenangan dari gadis yang amat aku sayangi ini.

“Mianhae, jagiya,” katanya pelan.

Ne, tidak apa-apa,” jawabku. Sejenak aku memandang wajah kekasihku. Dia adalah gadis yang sangat aku cintai. Dia selalu ada untukku. Bagiku, dia adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku.

“Nah, aku rasa memar di kepalamu ini sudah tidak apa-apa. Sering-seringlah mengompresnya dengan es agar cepat sembuh,” katanya sambil membereskan wadah es batu dan sapu tangan yang sudah digunakan untuk mengompres lukaku lalu ia beranjak pergi dari ranjangku. Aku segera menggenggam tangannya dan membawanya jatuh dalam pelukanku.

“Jagiya, jangan pergi jauh dariku,” kataku padanya. “Aku tak sanggup melihatmu pergi dariku,”

Yaa, jagi. Dengarkan aku. Aku ke Afrika hanya untuk mengobati orang-orang yang sakit di sana. Apa kamu tega melihat orang-orang malang itu kesakitan sementara kita di sini hanya berpangku tangan saja, begitu?” Aku hanya bisa diam mendengar ucapannya. “Lagi pula…” katanya sambil bangun dari tempat tidur dan melepaskan dirinya dari pelukanku. “aku hanya beberapa minggu saja di sana, aku tak akan lama. Bersabarlah,” paparnya.

“Aku… Aku…” kataku terbata-bata.

“Sudahlah. Kau istirahat saja. Aku pulang dulu. Ingat, besok aku ke bandara jam 8 pagi. Aku harap kau datang untuk mengucapkan salam perpisahan. Sampai jumpa, jagiya,” pamitnya sambil mengecup keningku, lalu ia berjalan keluar menuju pintu kamarku. “Eh, iya. Jangan lupa kompres lukamu itu,” tambahnya sambil tersenyum dan berlalu meninggalkanku.

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Aku memandangi wajah kekasihku selama mungkin. Aku ingin melihat wajahnya tuk terakhir kalinya sebelum ia pergi ke Afrika. Dia terlihat sangat cantik, tak seperti biasanya. Ia mengenakan gaun sederhana warna putih yang kubelikan sebagai hadiah natal tahun lalu. Rambutnya dibiarkan terurai panjang dan ia mengenakan jepitan putih yang bentuknya menyerupai pita. Walaupun ia tampil sederhana, tapi ia tetap terlihat cantik seperti bidadari yang baru turun dari langit.

“Jagiya, aku pergi dulu. Doakan aku, ya?” pamitnya kepadaku sambil mencium keningku.

“Iya, hati-hati. Jangan lupa telpon aku atau kirim e-mail kalau kau sudah sampai di sana,” kataku.

“Yes, sir,” katanya ngledek. Lalu ia berjalan menuju pintu masuk untuk segera naik pesawat. Ia melambaikan tangannya kepadaku. Ia juga sempat mengatakan, “Aku pasti akan kembali. Tunggulah aku, jagiya. Aku akan tepati janjiku,” teriaknya dari kejauhan. Aku hanya bisa tersenyum mendegar janjinya itu. Ku harap ia benar-benar kembali untuk menemuiku.

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

“Aish, kenapa hari ini begitu membosankan?” gerutuku dalam hati. Kupikir akan lebih baik jika aku nonton TV bersama member SHINee lainnya. Aku langsung berjalan menuju ruang keluarga, tempat aku biasa bercengkrama dengan mereka. Aku lihat Key sedang duduk santai di sofa, mendengarkan musik dari iPod-nya sambil nyanyi-nyanyi gak jelas.

“Ya, sedang apa kau?” kataku sambil menepuk bahunya.

“Aish kerjamu ini hanya mengagetkan orang saja,” katanya sewot. “Bagaimana kabarnya Jihyun?”

“Dia sekarang sedang di Afrika,” jawabku agak jengkel. Aku enggak suka kalau Key itu tanya-tanya tentang Jihyun. Soalnya aku tahu kalau dia tuh ada ‘rasa’ sama pacarku. “Eh, nyalain TV donk,”

“Nyalain sendiri aja. Aku mau ke kamar,” kata Key sambil berlalu meninggalkanku di ruang ini.

“Aish… Pelit amat sih,” kataku. Aku langsung menyolokkan kabel TV dan mengambil remote yang tergeletak di atas TV. Lalu aku memencet tombol power yang ada pada bagian kiri atas remote. Muncul lah saluran TV berita nasional Korea. aku lihat ada gambar pesawat yang kecelakaan di sudut kanan atas layar TV. Aku penasaran, sepertinya itu adalah pesawat yang dinaiki Jihyun. Tapi semoga saja bukan.

Pemirsa, baru saja kami menerima laporan dari pihak Seoul International Airport bahwa pesawat dengan nomor penerbangan AF 9771 tujuan Seoul-Afrika mengalami kecelakaan di lintasan penerbangan bandara pada pukul 09.06 waktu Korea. Kecelakaan terjadi diduga karena pesawat gagal melakukan take off. Pesawat tersebut akhirnya jatuh dan terbakar pada saat itu juga. Sampai sekarang Tim Penyelamat masih dikerahkan untuk mencari para korban. Namun sepertinya tidak ada korban yang selamat dalam kecelakaan ini. Korban yang sudah diidentifikasi langsung dibawa ke rumah sakit umum Seoul dan berikut merupakan hasil identifikasai mayat korban yang telah dilakukan oleh Tim Penyelamat.

“Hah?! Ini tidak mungkin,” kataku sambil berdiri dari sofa. “Ini enggak mungkin terjadi. Jihyun. Andweeeee!!!” aku langsung berlari menuju kamarku mengganti pakaian dan bergegas pergi ke garasi mengambil motorku.

“Minho hyung, mau kemana kau?” tanya Taemin.

“Ke rumah sakit,” jawabku singkat.

“Memangnya siapa yang sakit?”

“Jihyun. Dia kecelakaan,” aku langsung tancap gas dan memacu sepeda motorku secepat mungkin dengan harapan aku bisa melihatnya tuk terakhir kalinya.

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Hujan mengguyur kota Seoul dengan derasnya. Air seakan-akan tumpah dari langit. Aku menatap ke arah hujan itu berasal. Langit urung menampakkan keindahannya pagi ini. Hari ini adalah peringatan meninggalnya Jihyun yang ke 40-harinya.

Aku berjalan menyusuri jalan setapak di pemakaman ini menuju makam Jihyun. Suasananya sepi, hening. Yang ada hanyalah suara gemericik air hujan. Aku meletakkan seikat bunga lili, bunga favoritnya di dekat batu nisan. Aku memandangi kuburan itu sejenak. Aku masih tak percaya bahwa kini, ia telah tiada. Gadis yang selama ini telah menemaniku di saat suka dan dukaku, kini telah berada di surga. Tak terasa air mataku pun menetes memabasahi pipiku. Aku langsung menyekanya dan pergi meninggalkan makam itu.

Minho-ya…

Baru beberapa langkah aku meninggalkan makam, aku mendengar suara aneh yang memanggil namaku. Aku berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Namun tidak ada seorang pun di sana. Pikirku mungkin itu hanyalah perasaanku saja. Aku melanjutkan langkahku meninggalkan tempat itu.

Minho-ya…

Suara itu terdengar lagi. Aku mulai merasa ada yang sedari tadi mengikutiku. Aku mencari-cari siapakah yang tadi memanggil-manggil namaku. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun sekali lagi aku tak menemukan orang yang ku cari. Aku mulai paranoid dan mempercepat langkahku menuju mobil yang aku parkir di dekat area pemakaman. Aku langsung masuk ke mobil dan meninggalkan pemakaman itu.

♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Entah mengapa aku tidak bisa memejamkan mataku. Setibanya di rumah tadi, aku masih saja memikirkan kejadian di pemakaman tadi. Aku sudah mulai paranoid sendiri. Setiap aku pergi, aku selalu merasa diikuti oleh seseorang. Tapi aku tak tahu siapa itu. Aku terus mencoba menutup maaku agar aku tidak larut dalam ketakutan ini. Aku terus mencoba dan mencoba.

Minho-ya…

Ada suara aneh itu lagi. Aku langsung menyembunyikan diriku dalam selimut. Apa pun itu, aku tak mau melihatnya. Aku berusaha memejamkan mataku. Aku tak ingin melihat apapun.

Aku datang kembali untukmu…

Aku jadi semakin paranoid. Keringat dingin mulai mengucur deras, sekujur tubuhku kaku, seakan-akan lumpuh saking lemasnya.

Aku telah menepati janjiku padamu….

Janji? Tanyaku dalam hati.

“Janji? Jangan-jangan…” aku ingat kalau Jihyun berjanji bahwa ia akan kembali menemuiku. Aku membuka selimutku dan mulai membuka mataku pelan.  Dan benar saja, ternyata ada sesosok wanita memakai gaun putih sudah duduk di sampingku sambil tersenyum manis.

“Jihyun-ah,” pekikku tak percaya. Dia kan sudah meninggal. Lalu yang datang ini…

“Kini aku akan pergi meninggalkanmu selamanya. Selamat tinggal, Minho….” Katanya sambil berlalu meninggalkanku.

Aku berusaha meraih tangannya. Namun aku tak bisa melakukannya. Seperti ada sesuatu yang menahan tubuhku agar aku tak bisa mendekatinya.

“Jihyun… Jihyun…” teriakku dengan sekuat tenaga. Lalu aku terbangun dari tidurku yang lelap. Ternyata semua itu hanya mimpi. Aku berusaha mengatur nafasku yang terengah-engah setelah bermimpi bertemu Jihyun. Aku menyeka keringatku. Sekujur tubuhku gemetar. Aku masih shock bermimpi seperi itu. Lalu aku melihat ke segala penjuru kamarku. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah kotak berwarna merah yang diletakkan di buffet samping ranjangku.

Aku mengambil kotak itu dan membukanya. Alangkah terkejutnya aku saat kutemukan jepitan berbentuk pita warna putih yang dikenakan Jihyun saat aku terakhir kali bertemu dengannya. Tanganku gemetar dan tak sengaja aku menjatuhkan kotak yang sedang kupegang. Air mataku menetes membasahi pipiku.

Dia… telah menepati janjinya padaku. Kini aku sudah bisa merelakannya. Selamat tinggal, jagiya-ku…

1 Coment:

ayu aditi said...

yak ampuuunn
kasian banget
jauh2 mau ke afrika malah kecelakaan peasawat T^T
tragis...

Post a Comment

 

Only Minho Design by Insight © 2009