Thursday, March 10, 2011

[FF] My Sexy Rich Cruel Master – Chapter 5


Title : My Sexy Rich Cruel Master
Author : Raychan501
Genre : Teen Romance, Comedy
Rating : PG-15
Language : Indonesia
Pairing : Minho/Hara
Cast : KARA, SHINee, f(x), TVXQ, Jang Wooyoung 2PM
Disclaimer : I don’t know Minho and Hara’s characters. And also all characters here. They belong to themselves. But the plot is pure mine. I make this not for money. So, not sue me.
Summary : Minho hates Hara and Hara hates Minho. But they in a trap of love.

Hara berjalan memasuki rumahnya sambil melamun. Entah kenapa ia jadi memikirkan keadaan Minho tadi. Gadis itu lalu membuka pintu rumahnya dan mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap di ruang tamu. Ia lalu mengintip dari ruang tamu dan sedetik kemudian ia terkejut melihat sosok yang sedang berbicara dengan Ibunya.
“Onew oppa?!”
Lelaki berumur 24 tahun itu menoleh dan tersenyum menatap Hara.
“Hei, Hara! Lama nggak ketemu ya?”

Lelaki itu lalu menghampiri Hara dan memeluknya. Hara membalas pelukannya dengan hangat.
“Apa kabar kamu?” tanya Onew.
“Baik kok. Hanya punya sedikit masalah saja. Kalau oppa?”
“Aku? Sangat baik sekali.”
Hara tersenyum lalu melirik ke arah seorang gadis yang tersenyum.
“Dia siapa, oppa?”
Lelaki itu melirik gadis itu dan tertawa.
“Percaya tidak kalau dia calon istriku?”
Hara tercengang. “Serius?! Wah, ternyata oppa mau nikah ya?”
Hara lalu menghampiri gadis itu dan mengulurkan tangannya.
“Aku Goo Hara. Bisa dibilang adiknya Onew oppa.”
“Perkenalkan, aku Han Seungyeon, kekasih dari Jinki. Eh, tadi kau bilang apa? Onew?”
Hara tertawa. “Iya, Onew. Dari kecil aku memanggilnya dengan Onew. Bukan karena aku nggak suka nama aslinya, tapi menurutku nama Onew itu cukup lucu untuknya.”
“Dia itu suka seenaknya padaku.” ujar Onew sambil tertawa.
“Bohong banget! Dari kecil kan oppa yang selalu suka seenaknya sama aku.” balas Hara.
Sebenarnya Ayah Hara adalah sahabat baik dari Ayah Jinki. Mereka selalu saling membantu saat kesusahan. Mereka dulu mempunyai cita-cita untuk membangun sebuah perusahaan. Sebenarnya Ayah Hara lah yang lebih banyak mengeluarkan modal untuk itu. Tapi sayang, saat perusahaan itu sudah mulai sukses, Ayah Hara meninggal dan menyerahkan semua kendali pada ayah Jinki yang notabene adalah sahabatnya. Ayah Jinki yang merasa sangat berhutang budi lalu mengurus perusahaan itu dengan baik. Beliau juga selalu membantu Ibu Hara jika kesusahan karena wanita itu tidak mau mengambil alih jabatan di perusahaan tersebut.
Jinki dan Hara sudah seperti kakak beradik. Mereka sangat dekat dan selalu bermain bersama. Waktu Hara bersedih karena kepergian Ayahnya, Jinki lah yang selalu menemani Hara. Tapi saat Jinki lulus SMP, mereka sekeluarga pindah ke Amerika dan baru kembali kemarin lusa.
“Sudah, sudah. Kalian ini baru bertemu lagi sudah bertengkar.” ujar Ibu Hara.
“Habisnya Onew oppa menyebalkan sih! Eh, Seungyeon eonni mau nikah sama Onew oppa ya?”
“Hm, kita baru mau tunangan kok.”
“Makanya kita berkunjung ke sini.” potong Jinki.
“Sebenarnya aku penasaran banget mau ngelihat kamu. Kata Jinki kamu itu anak yang manis dan ceria. Oleh karena itu aku memaksa dia untuk ke sini.”
“Hah? Kok eonni bisa tahu aku sih?”
“Tahu nggak? Selama di Amerika Jinki selalu cerita tentang kamu sama aku. Katanya dia punya adik di Korea yang cerewet tapi manis sekali. Dan sekarang itu sudah terbukti. Kamu manis banget, Hara.” ujar Seungyeon sambil mencubit pipi Hara gemas.
“Aku nggak cerewet tahu. Tapi aku memang manis.”
Seungyeon tertawa. Sementara Jinki langsung mengacak-acak rambut Hara.
“Bangga banget aku bilang kamu manis! Dasar!”
“Biarin. Iri deh sama aku yang manis ini.”
“Sudah sudah, kalian bertengkar terus.” ujar Ibu Hara.
“Iya, iya. Jadi sebenarnya oppa mau ngapain ke sini?”
“Selain mau ketemu kamu aku juga mau ngasih kabar kalau aku mau tunangan. Aku harap kalian mau datang ya?”
“Kami pasti datang kok, Jinki.” ujar Ibu Hara.
“Oya, katanya ahjumma buka toko bunga ya sekarang?”
“Iya. Memangnya kenapa?”
“Nggak apa-apa sih. Aku mau minta bantuan dong. Ahjumma mau nggak mendekorasi ruangan tempat pertunangan kami dengan bunga-bunga di sini?”
Ibu Hara terlihat berpikir. Ia memandang Hara yang mengangguk.
“Ayolah, ahjumma. Mohon bantuannya ya!” bujuk Seungyeon.
Akhirnya Ibu Hara mengangguk setuju.
“Makasih, ahjumma sudah mau bantuin kita berdua.” ujar Seungyeon senang.
“Iya, sama-sama.” ujar Ibu Hara sambil tersenyum.
***
Siang itu, kelas Hara sedang pelajaran olahraga dan mereka disuruh berlari keliling lapangan sebanyak 5 kali. Baru 2 kali putaran saja, Hara sudah terengah-engah. Keringatnya sudah bercucuran. Ia lalu duduk di pinggiran lapangan sekolahnya sementara teman-temannya masih tetap berlari.
“Baru seperti itu saja kau sudah kecapekan.”
Hara tersentak. Ia menoleh dan tercengang melihat sosok pemilik suara tersebut. Pemuda jangkung yang dibencinya itu tengah berdiri di sampingnya sambil tersenyum mengejek.
“Mau apa kau ke sekolahku?” tanya Hara galak.
“Terserah aku dong! Aku punya urusan denganmu.”
“Urusan apa lagi sih?”
“Tentang usulan kau kerja di apartemenku itu.”
“Sudah ku jawab kan.”
“Apa memang?”
“Aku nggak mau!”
“Kenapa nggak mau sih? Kau itu harus ganti rugi mobilku tahu!”
“Pokoknya aku tetap nggak mau! Sudah, lebih baik kau pergi dari sekolahku sekarang juga!”
Hara berdiri dan menatap Minho sinis.
“Aku tidak mau tahu! Kau harus bekerja di apartemenku!”
“Enak saja! Aku nggak sudi!”
“Kalau kau tetap tidak mau, aku akan membuatmu dikeluarkan dari sekolah!”
“Apa katamu? Mengeluarkanku dari sekolah? Nggak akan bisa! Kau nggak punya hak untuk melakukan itu!”
“Kenapa nggak? Aku punya banyak uang untuk membuatmu keluar dari sekolah ini!”
Hara tersentak. Ia sungguh tidak menyangka bahwa Minho menjadi seserius ini. Diam-diam Hara merasa khawatir juga akan ancaman Minho padanya.
“Dasar nggak punya otak! Kau pikir dengan uangmu yang banyak itu kau bisa mengeluarkanku dari sekolah?! Nggak akan!”
Minho bukannya membalas perkataan Hara. Ia malah tersenyum mendengar ocehan gadis itu.
“Hanam apartemen, jam 3 sore. Datang dan temui aku.”
Hara hanya diam. Sementara Minho membalikkan tubuhnya dan pergi. Beberapa anak perempuan kelas Hara yang sedang istirahat terpesona akan Minho yang tampan dan tinggi tersebut. Minho menatap mereka acuh dan ia berpapasan dengan Nicole yang baru saja kembali dari toilet.
Nicole bengong melihat sosok Minho yang sangat asing. Tapi dari pakaian sekolah pemuda itu, Nicole tahu bahwa ia berasal dari Chungdam High School. Tanpa menunggul lebih lama lagi, Nicole menghampiri Hara tergesa-gesa.
“Kau tahu cowok jangkung tadi itu siapa?”
Hara mengangguk. “Choi Minho.”
“Siapa dia?”
“Cowok yang meminta rugi padaku karena kerusakan mobilnya.”
Nicole kaget. “Mau ngapain dia ke sini?”
“Nggak mau ngapa-ngapain kok.”
“Bohong! Dia ngelabrak kamu ya?”
“Nggak. Justru dia ngajak aku buat damai.”
Nicole ternganga kaget. “Maksudmu?”
“Iya. Dia bilang masalah kami kemarin sebaiknya dilupakan saja. Dia tidak akan menuntutku kok. Jadi sekarang kami berdamai.”
Nicole yang sebenarnya agak ragu hanya mengangguk kecil.
“Baguslah kalau seperti itu.”
Kamu beruntung banget Hara karena cowok itu akhirnya ngajak kamu damai. Jadi masalah kamu sudah selesai. Sementara aku? Aku malah dipecat sama Tuan Lee, manager tempatku bekerja, pikirnya.
***
“Apa hakku? Dengar baik-baik ya, aku nggak akan mengulang perkataanku. Aku pemilik café ini!”
Nicole kaget bukan main. Ia sama sekali tidak menduga bahwa pemuda angkuh ini adalah pemilik café tempat ia bekerja.
“Apa? Kau bercanda kan?” tanya Nicole tidak percaya.
“Dia tidak berbohong. Nicole Jung. Orangtuanya adalah pemilik café ini dan sekarang café ini sudah diserahkan kepada Tuan Kim. Jadi ia yang mengambil alih semua hal tentang café ini.”
“Pak, tolong jangan pecat saya dari pekerjaan ini.”
“Maaf, Nicole. Tuan Kim sudah berkata seperti itu. Saya tidak bisa menolaknya.”
“Tapi, saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Tolong saya, Pak!”
“Kalau kau tidak mau dipecat, minta maaf padaku sekarang juga!” potong Key.
Nicole mendelik. “Jangan harap!”
“Pak, tolonglah bantu saya. Saya tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi.”
“Maaf, Nicole. Saya tidak bisa. Kamu dipecat.” ujar Tuan Lee pelan. Ia sebenarnya tidak rela memecat Nicole, karena gadis itu adalah gadis yang sopan, baik, dan juga rajin. Tapi ia tidak berani menentang Key yang menjabat sebagai pemilik café tersebut.
“Baiklah. Saya akan keluar dari café ini. Terimakasih, Pak karena selama ini sudah mau menerima saya bekerja di sini.” ujar Nicole lalu melangkahkan kakinya ke arah ruang di belakang dan kembali dengan tas sekolahnya.
“Nicole, aku akan merindukanmu.” ujar Luna sambil menahan tangisnya. Nicole tersenyum dan spontan memeluk Luna.
“Aku juga pasti akan merindukanmu, Luna.”
Nicole lalu melepas pelukannya lalu melangkah menuju pintu keluar. Sebelumnya ia berbalik dan melirik Tuan Lee.
“Permisi, Pak.”
Nicole menundukkan badannya lalu pergi. Sementara Key hanya tertawa puas.
***
“Nicole Jung!”
Nicole tersentak saat namanya dipanggil. Ia melirik Hara yang cemberut.
“Kenapa?”
“Dari tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar-dengar. Ada apa sih?”
“Nggak ada apa-apa kok, Hara. Eh, ganti baju yuk! Habis ini kan pelajaran Heechul sonsaengnim. Tahu sendiri deh dia paling malas kalau ada muridnya yang terlambat.”
“Iya juga ya? Ya sudah deh. Yuk!”
Hara lalu menarik tangan Nicole untuk mengajaknya ke ruang ganti.
***
Key sedang duduk di ruangan khusus mereka sambil memainkan bolpoinnya. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada gadis yang melabraknya kemarin di café. Gadis itu sungguh berani melabrak Key di tempat umum. Key bukannya kesal karena teringat kejadian itu. Ia malah tersenyum geli.
“Benar-benar cewek yang berani.”
“Siapa yang berani?”
Tiba-tiba Taemin sudah ada di sampingnya, menatap dengan tatapan heran.
“Hah?”
“Siapa yang berani?” ulang Taemin.
Key menggaruk lehernya. “Nggak ada kok, Tae.”
“Ih, hyung ngelamun ya?”
“Nggak kok! Eh, temani aku ke toko kaset yuk!”
“Mau ngapain?”
“Mau hunting DVD film horror. Mau nggak?”
“Aku sih setuju-setuju saja. Tapi memang hyung berani nontonnya?”
Taemin tertawa mengejek sementara Key memandangnya cemberut.
***
Kelas Jiyoung sedang belajar kelompok. Saat Jiyoung sedang fokus mengerjakan tugas biologinya, ia mendengar obrolan Jiyeon dan Sohyun, teman sekelompoknya.
“Sohyun, kamu masih ingat nggak sama 3 cowok yang datang ke sekolah kita waktu itu?”
“Yang mana? Yang ngebawa Hara sunbae secara paksa ya?”
Jiyeon mengangguk. “Iya. Mereka ganteng-ganteng ya?”
“Iya. Aku paling suka sama yang tampangnya manly banget! Astaga!”
Sohyun berdecak kagum.
“Kalau aku sukanya sama yang pakai jaket warna hitam. Dia cute banget!”
“Ah, semuanya ganteng-ganteng kok. Mereka pasti cowok-cowok tenar.”
“Setuju banget! Aduh, kapan ya mereka mau ke sekolah kita lagi?”
“Nggak tahu! Aku kan pengen ketemu yang paling manly itu lagi. Kedipan matanya bikin jantung aku ngelompat 1 meter!”
“Pesona yang cute lebih dahsyat!”
Jiyoung hanya diam memeperhatikan kedua temannya. Saat ia ingin kembali menulis, Jiyeon bertanya pada Jiyoung.
“Jiyoung, di antara cowok bertiga kemarin, mana yang paling kamu suka?”
Jiyoung tersentak. “Apa?”
“Iya. Mana yang paling kamu suka?” tanya Sohyun.
“Err— Nggak ada.”
Jiyeon dan Sohyun heran. “Masa nggak ada sih?”
“Ya nggak ada. Sungguh! Aku nggak tertarik sama mereka.”
“Ih, Jiyoung aneh ah!” ujar Sohyun.
Kedua temannya itu kembali mengobrol tentang pemuda-pemuda tampan yang datang ke sekolah mereka waktu itu. Sementara Jiyoung hanya diam dan teringat akan Taemin.
Bohong banget nggak ada yang aku suka! Aku saja tertarik banget sama Taemin! Whoaa, kapan ya kita ketemu lagi? Astaga! Aku kan nggak punya nomor Taemin! Hm, aku minta tolong sama Hara eonni saja kali ya? Pemikiran yang bagus, Kang Jiyoung! Pikirnya sambil bertepuk tangan sendiri.
Tiba-tiba Jiyeon menyentuh lengan Jiyoung.
“Jiyoung, kamu kenapa? Kok tepuk tangan sendiri gitu sih?”
Jiyoung yang ditanya begitu jadi salah tingkah. “Eh, nggak apa-apa kok. Hehehe.”
***
Minho sedang memainkan ponselnya saat gadis yang disukainya lewat. Krystal berjalan tepat di depannya sambil memasang earphone di kedua telinganya. Minho terus menatap gadis itu walaupun ia sudah lumayan jauh. Tapi tiba-tiba wajah Minho berubah menjadi kesal saat melihat Changmin menghampiri Krystal.
Ia akan mencoba lebih dekat ke tempat mereka mengobrol ketika ponselnya berbunyi. Minho menghela napas dan melirik ponselnya. Nama Key tertera pada layar ponselnya. Karena sedang kesal, ia memutuskan panggilan itu secara sepihak dan mencabut baterai ponselnya. Ia lalu pergi dari situ dan tidak jadi menguping pembicaraan Changmin dan Krystal.
***
“Nggak diangkat.” ujar Key lalu kembali duduk. Ia tengah berkumpul bersama Jonghyun dan Taemin di ruangan khusus mereka.
“Akhir-akhir ini Minho terlihat aneh. Wajahnya selalu murung.” ujar Jonghyun.
“Dia juga selalu menyendiri.” tambah Key.
“Dan juga tidak banyak bicara.” tambah Taemin lagi.
“Dari dulu juga dia tidak banyak bicara, Taemin.” ujar Jonghyun.
“Iya juga ya. Lalu apa yang terjadi sama Minho hyung?”
“Nggak tahu. Tapi kayaknya dia lagi patah hati deh.”
Key dan Taemin bingung mendengar perkataan Jonghyun yang mengejutkan.
“Memang Minho lagi jatuh cinta?” tanya Key.
“Kayaknya sih.” Jawab Jonghyun.
“Apa buktinya, hyung?” tanya Taemin penasaran.
“Waktu itu aku nggak sengaja ngelihat Minho lagi lihatin Changmin sama Krystal. Ekspresi Minho kesal banget, kayak pengen ngebunuh Changmin saat itu juga.”
“Berlebihan kau, Jong!” kata Key.
“Nggak kok. Sungguh dia seperti itu.”
“Jadi maksud hyung cewek yang disuka Minho hyung itu Krystal noona?”
“Tunggu! Sejak kapan kau panggil Krystal dengan noona?” tanya Jonghyun bingung.
Taemin tersenyum malu. “Baru dua minggu yang lalu kok. Waktu itu aku disuruh sama Vitctoria sonsaengnim untuk belajar sejarah korea sama Krystal noona. Habis kata Victoria sonsaengnim Krystal noona itu jago banget sih.”
“Heh? Kok kau nggak cerita sama aku?” protes Jonghyun.
“Ngapain aku cerita sama hyung? Nggak penting banget deh!” ujar Taemin sambil tertawa sementara Jonghyun menatapnya cemberut.
“Sudah sudah! Jadi maksudmu Minho itu naksir Krystal?” tanya Key memastikan.
Jonghyun mengangguk. “Menurutku sih iya. Tapi untuk kepastiannya, tanya Minho langsung deh.”
“Daripada nanya langsung mending kita selidiki saja sendiri!” usul Taemin.
Jonghyun dan Key mengangguk-angguk sambil tersenyum misterius.
***
Hara berdiri di depan Hanam apartemen dengan bimbang. Ia bingung apakah ia harus masuk atau tidak. Ia teringat ancaman Minho yang akan membuatnya dikeluarkan dari sekolah jika masih menolak usulan pemuda itu.
Hara menarik napas dalam-dalam. Ia memutuskan untuk masuk. Kemudian ia mulai melangkahkan kakinya ke dalam apartemen itu. Matanya segera tertuju pada meja resepsionis yang ada di sebelah kanan.
“Permisi, boleh saya bertanya sesuatu?”
“Oya, apa yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis itu sambil tersenyum.
“Begini saya mau bertanya, apakah ada apartemen atas nama Choi Minho?”
Tanpa perlu mengeceknya terlebih dahulu, resepsionis itu menjawab dengan mantap.
“Iya ada. Dia di kamar nomor 231 lantai 16.”
“Apa tidak dicek dulu saja?” tanya Hara ragu.
Resepsionis itu menggeleng sambil tersenyum mantap.
“Saya yakin Tuan Choi ada di kamar nomor 231 lantai 16.”
“Baiklah kalau begitu. Terimakasih.” ujar Hara lalu pergi.
Hara lalu menuju lift dengan perasaan ragu. Di dalam lift ia tersentak.
“Tadi itu kamarnya nomor 231 atau 213 ya? Aduh, aku kok jadi pelupa begini sih? Gimana nih? 231 atau 213? Kayaknya 213 kali ya? Tapi kamar 213 di lantai berapa?” gumam Hara.
Hara melirik seorang wanita yang berdiri di sebelahnya.
“Maaf, saya mau bertanya kamar nomor 213 di lantai berapa ya?”
“Lantai 10.”
Hara lalu mengangguk dan tersenyum. “Terimakasih.”
Pintu lift terbuka tepat di lantai sepuluh. Hara lalu keluar. Sedetik kemudian ia terkagum dengan apartemen yang mewah itu. Hara baru tersadar kalau Minho ternyata benar-benar kaya.
Mata Hara lalu asyik mencari-cari kamar nomor 213. Setelah kurang lebih 5 menit ia berputar-putar akhirnya ia menemukan kamar tersebut. Hara lalu mengetuk pintu apartemen tersebut dan menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan tampaklah sosok pemuda tinggi yang berkeringatan. Hara tersentak kaget. Bagaimana tidak, pemuda itu muncul dengan shirtlessnya dan ditambah lagi ia bukan Minho!
Belum sempat Hara angkat bicara, terdengar suara pemuda lain berbicara dengan mesra.
“Baby~~ Siapa yang datang?”
Hara kaget dan melirik ke dalam untuk mencoba melirik. Tapi matanya tidak bisa menangkap apa-apa karena terhalang tubuh tegap pemuda di depannya.
“Aku juga tidak tahu, honey. Tunggu sebentar ya!”
Pemuda itu menjawab dengan tidak kalah mesranya. Hara terkaget untuk kedua kalinya. Masih dalam kagetnya, Hara melihat sesosok pemuda lagi di hadapannya. Pemuda itu juga muncul dengan shirtlessnya dan keringat yang mengalir di badannya.
“Ada apa sih?” tanya pemuda yang baru muncul itu sambil melirik Hara.
Pemuda yang satu lagi hanya menggeleng. Sementara Hara menjadi salah tingkah.
“Err— Maaf, sepertinya saya salah kamar.”
“Oh, begitu. Kalau begitu aku masuk dulu ya.”
Pemuda yang baru datang tadi lalu masuk kembali meninggalkan Hara berdua dengan pemuda yang satunya.
“Jadi kau salah kamar?” tanya pemuda itu.
Hara mengangguk malu. “Iya. Sekali lagi maaf ya sudah mengganggu kalian.”
“Nggak apa-apa kok. Kita juga baru mulai.” ujar pemuda itu ringan.
“Maksudmu?”
“Iya. Aku dan pacarku baru saja mulai.”
“Pacarmu? Yang mana? Lalu mulai apa?”
“Pacarku yang baru muncul tadi. Mulai untuk itu lah.”
“Apa? Tapi dia kan co—”
“Dia memang cowok. Kami gay.”
Hara kaget bukan main. Matanya melotot tidak percaya.
“Jangan kaget seperti itu dong.” godanya.
Hara tersenyum malu. “Aku tidak tahu kalau kalian gay, kalau begitu maaf mengganggu.”
“Nggak apa-apa.”
“Oya, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Apa?”
“Kamar nomor 231 di lantai berapa ya?”
“Kamar 231 ada di lantai 16.”
“Oh begitu. Terimakasih.”
“Sama-sama. Oya, namamu siapa?”
“Aku Goo Hara. Kau?”
“Yunho. Jung Yunho.”
“Kalau pacarmu tadi?”
“Jaejoong. Kim Jaejoong.”
“Oh baiklah. Sekali lagi maafkan aku karena mengganggu. Kalian bisa melanjutkan lagi.”
“Iya, tidak apa-apa. Kami memang akan melanjutkan kembali.”
Tiba-tiba suara pemuda yang bernama Jaejoong itu kembali terdengar.
“Yunho, apa urusannya sudah selesai? Kenapa lama sekali? Aku sudah tidak tahan, Yun! Kalau dalam 2 menit kau tidak datang aku tidak akan mau melakukannya hari ini!”
“Sabar, honey. Tunggu aku di sana. Aku akan segera datang untukmu!”
Yunho lalu melirik Hara. “Aku harus masuk dulu ya. Pacarku mengancam untuk tidak melakukan itu hari ini jika aku tidak masuk-masuk juga. Senang bertemu denganmu. Semoga kita dapat bertemu lagi. Bye!”
Yunho lalu menutup pintu apartemennya dan meninggalkan Hara yang bengong. Tak lama kemudian terdengar suara desahan menggoda dari dalam. Hara bergidik ngeri.
“Tadi itu nyata atau nggak sih?”
Hara lalu cepat-cepat pergi dari situ dan menuju lift kembali. Ia menunggu beberapa saat sampai pintu lift terbuka lalu masuk kembali dan menekan tombol nomor 1 dan 6. Tak lama kemudian, pintu lift terbuka tepat di lantai 16. Hara segera keluar dan kembali mencari-cari kamar nomor 231.
Kamar nomor 231 terletak paling ujung. Hara lalu mengetuk pintu apartemen itu sambil menunggu. Tidak ada jawaban juga. Gadis itu kembali mengetuk pintu untuk kedua kalinya dan menunggu. Tetap tidak ada jawaban. Sampai lima kali mengetuk pintu itu, tidak ada jawaban dari dalam. Hara mulai kehilangan kesabaran. Ia mengetuk pintu itu sekali lagi sambil memaki pemiliknya dengan kesal. Tapi tetap tidak ada jawaban. Hara lalu memutuskan untuk pergi dari situ. Baru saja ia mau membalikkan badannya, pintu apartemen itu terbuka.
“Bisa sabar sedikit nggak sih?”
Hara membalikkan badannya kembali dan menatap sosok pemilik kamar itu dengan galak.
“Lama banget sih buka pintunya!”
“Oh ternyata kau. Tadi aku habis mandi.”
Hara baru sadar kalau Minho hanya mengenakan celana pendek dengan handuk yang digantung di lehernya. Hara menelan ludah. Kenapa ia banyak banget sih ngelihat para pemuda dengan shirtless? Pikirnya.
“Heh! Kenapa kau jadi bengong? Cepat masuk!”
Hara tersentak lalu mengikuti Minho masuk ke dalam kamarnya. Bibir Hara menganga lebar saat melihat kondisi apartemen itu. Baju, makanan, dan majalah-majalah berserakan di mana-mana. Bahkan beberapa celana dalam Minho pun bertebaran di sofa kamar itu. Hara terbengong.
“Ekspresinya nggak sampai segitunya deh!”
Hara melirik Minho yang kelihatan biasa-biasa saja.
“Kamarmu berantakan banget.”
“Memang. Makanya aku memutuskan untuk mempekerjakanmu di sini. Lumayan untuk beres-beres kamarku.”
“Kamarmu kotor banget! Ku rasa aku nggak sanggup membersihkannya!”
“Jangan bicara sembarangan ya! Pokoknya kau bersihkan saja! Aku mau ke kamarku dulu ya, mau ganti pakaian. Hm, atau kau tetap ingin melihatku dengan shirtless seperti ini? Aku cukup menggoda kan?”
Hara bergidik. “Makasih deh! Simpan tubuhmu itu buat istrimu nanti. Sudah sana masuk kamarmu biar aku bisa membersihkan ruangan ini!”
Minho tertawa geli lalu masuk ke kamarnya meninggalkan Hara yang terdiam. Gadis itu lalu melepaskan tasnya dan meletakkannya di sofa yang penuh majalah itu. Kemudian ia menarik napas dalam-dalam dan berteriak.
“Oi, penyedot debumu ada di mana?”
“Ada di dapur. Di tempat paling pojok!”
Hara lalu menuju dapur dan kembali bergidik ngeri. Dapur Minho sangat kotor. Penuh dengan ceceran makanan. Peralatan makannya juga belum dicuci. Hara heran kenapa Minho bisa betah sekali tinggal di apartemen kotor begini.
Tiba-tiba Hara berteriak kaget karena ada sesuatu yang menjalar di kakinya. Ia melompat ketakutan. Terdengar teriakan Minho dari kamarnya.
“Kenapa berteriak?”
Hara menarik napas lalu melihat apa yang menjalar di kakinya tadi. Ternyata hanya seekor kecoak menjijikan dan bau.
“Nggak ada. Cuma melihat kecoak menjijikan saja.”
“Oh ku pikir kau kenapa.”
Hara lalu segera mengambil penyedot debu yang tergeletak begitu saja di tempat paling pojok. Kemudian ia kembali untuk membersihkan ruangan depan. Sebelum menyedot debu-debu tersebut, Hara memungut semua sampah-sampah yang berserakan di lantai. Menyusun majalah-majalah game Minho di meja samping TV dan melempar celana dalam Minho ke tumpukan kain kotor.
Satu jam kemudian ruangan itu sudah bersih dan rapi. Hara menghela napas lega. Tapi ia masih harus membersihkan dapur Minho yang menjijikan itu. Hara lalu menuju dapur Minho dengan waspada, takut kakinya tersentuh dengan kecoak lagi.
Hara lalu mengepel lantai dapur itu yang kotor, mencuci semua peralatan makan Minho, membuang ceceran makanan ke tong sampah, dan merapikannya. Satu setengah jam kemudian dapur itu sudah bersih kembali.
Berarti tinggal satu pekerjaan lagi. Mencuci pakaian kotor Minho, pikirnya.
Hara lalu mengumpulkan semua pakaian kotor Minho ke dalam ember lalu memasukkannya ke dalam mesin cuci. Tidak lupa ia memasukkan deterjen untuk membersihkan baju-baju Minho tersebut. Setelah itu Hara menghempaskan tubuhnya di sofa empuk Minho.
“Sudah selesai?” tanya Minho saat ia keluar dari kamarnya.
Hara mengangguk. “Sumpah, apartemenmu kotor banget!”
Minho tertawa. “Habisnya aku malas membersihkannya. Kadang saja aku nginap di rumah Taemin, Jonghyun, atau Key. Tapi kalau sudah ada kau yang membersihkan apartemenku, bisa dijamin aku nggak akan nginap lagi di rumah mereka.”
“Dasar gila! Oya, di kamarmu tidak ada baju kotor lagi kan? Kalau ada berikan padaku, biar ku cuci.”
“Nggak ada lagi kok. Semuanya kan berserakan di ruangan ini.”
“Oh bagus deh. Ngomong-ngomong sampai berapa lama aku harus bekerja di apartemenmu?”
“Sampai 100 hari kan perjanjiannya?”
“Berarti— 1, 2—”
Hara sibuk menghitung dengan jarinya.
“Kau bekerja denganku selama 3 bulan lebih 10 hari bodoh!”
“Oh iya ya. Heh, jangan panggil aku bodoh!”
“Habisnya kemampuan berhitungmu lemah banget!”
“Aku memang tidak jago berhitung dari SMP. Aku paling benci pelajaran matematika.”
“Aku malah jago matematika.”
“Masa? Aku nggak percaya!”
“Mau bukti? Kau bisa minta aku untuk mengajarkanmu.”
“Nggak perlu. Aku nggak butuh bantuanmu! Sudah ah, tugasku kan sudah selesai. Aku mau pulang dulu ya.”
“Sok jual mahal! Ya sudah sana pulang.”
Hara lalu berdiri dan mengambil tasnya kemudian menuju pintu apartemen Minho.
“Aku pulang dulu ya. Bye!”
“Eh, tunggu dulu!”
“Apa lagi?”
“Sekolahmu masuk jam berapa?”
“Jam 8. Memangnya kenapa?”
“Kalau begitu, jam 7 kau sudah harus ada di sini untuk membersihkan apartemenku lagi.”
“Apa?! Kau gila ya?!”
“Nggak kok. Aku masih waras.”
“Jadi besok aku harus ke sini lagi?”
“Tentu.”
“Lihat besok deh! Aku pulang dulu. Bye jangkung!”
Hara meninggalkan Minho yang melongo karena dipanggil jangkung.
“Kayaknya aku harus nyari nama panggilan yang cocok buat cewek itu.”
***
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saat Hara baru keluar dari Hanam apartemen. Gadis itu menghela napas. Pasti Ibunya akan marah karena ia terlambat pulang. Hara lalu melangkahkan kakinya ke halte bis untuk menunggu. Tiba-tiba sebuah mobil sport warna biru berhenti di depannya. Hara menatap mobil itu dengan bingung. Tak lama kemudian, wajah pemilik mobil itu muncul.
“Hara noona?”
“Taemin?”
“Noona ngapain di sini?”
Hara gugup. “Hm, aku ada urusan tadi. Kamu ngapain?”
“Aku cuma kebetulan lewat saja. Noona lagi nunggu bis ya?”
“Iya.”
“Aku antarin pulang ya, noona?”
“Hah? Nggak usah. Ntar ngerepotin kamu lagi.”
“Nggak kok, noona. Mau ya?”
“Ya sudah deh.”
Hara lalu membuka pintu mobil Taemin lalu masuk. Taemin lalu menggas mobilnya dan melesat pergi dari sana.
“Aku kangen deh sama noona.”
Hara tersentak. “Maksud kamu?”
“Maksudnya, aku kangen ngobrol lagi sama noona.”
Hara tertawa. “Aku juga kangen dengan kamu yang baik dan ramah.”
Taemin merasa dirinya terbang melayang saat Hara memujinya baik dan ramah. Ia tersenyum-tersenyum sendiri.
“Taemin, awas mobil yang di depan!”
Taemin segera tersadar dan mengerem mobilnya mendadak. Membuat Hara terkejut.
“Taemin, hati-hati dong! Aku masih mau hidup.”
“Maaf noona. Tadi konsentrasiku hilang. Aku janji bakal fokus kalau lagi nyetir.”
“Ya sudah, hati-hati ya.”
Hara menghela napas lega dan Taemin kembali melajukan mobilnya.
***
Jiyoung mengambil ponselnya dan mengetik pesan dengan cepat.
To : Hara eonni
Eonni, boleh minta bantuan nggak? Mintain nomor ponselnya Taemin dong XD Makasih onnie ^^
Gadis itu lalu mengirimnya dan menunggu sambil tersenyum sendiri. Ia lalu naik ke tempat tidurnya, masuk ke dalam selimut, dan memimpikan Taemin menjadi pacarnya.

To be continued

*Hak Terbit telah mendapat persetujuan author

0 Coment:

Post a Comment

 

Only Minho Design by Insight © 2009